Rabu, 01 Oktober 2014

ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL


Piercing The Corporate Veil merupakan asas mengenai hapusnya tanggungjawab terbatas pemegang saham dalam Perseroan Terbatas. Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 menyatakan bahwa Pemegang saham Perseroan tidak bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggungjawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki. Sehubungan dengan asas Piercing The Corporate Veil maka ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) UU PT menjadi tidak berlaku apabila terpenuhinya dan dapat dibuktikannya hal-hal sebagai berikut:

  1. Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
  2. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
  3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau
  4. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.

Selasa, 05 November 2013

Memorandum of Understanding (MoU)


Memorandum of Understanding (MoU) sebenarnya tidak dikenal dalam hukum konvensional Indonesia, tetapi dalam praktik sering terjadi. MoU dianggap sebagai kontrak yang simpel dan tidak disusun secara formal serta MoU dianggap sebagai pembuka suatu kesepakatan. Pada hakikatnya MoU merupakan suatu perjanjian pendahuluan dalam arti akan diikuti perjanjian lainnya. 

Ciri-ciri MoU, yaitu:

a.   Isinya singkat, berupa hal pokok
b.   Merupakan pendahuluan, yang akan diikuti suatu kontrak terperinci
c.   Jangka waktunya terbatas, dan
d.   Biasanya tidak dibuat secara formal
e.   Tidak ada kewajiban yang memaksa untuk adanya kontrak terperinci

Meskipun MoU diakui banyak manfaatnya, tetapi banyak pihak yang meragukan berlakunya secara yuridis.

Kamis, 31 Oktober 2013

Organ Perseroan Terbatas


Organ Perseroan Terbatas terdiri dari:

1.   Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang No.40 Tahun 2007 dan/atau anggaran dasar.

2. Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

3.   Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.

Selasa, 29 Oktober 2013

Pengertian Somasi


Somasi diatur dalam pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer):

“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yg ditentukan.” 

Selanjutnya, dalam pasal 1243 KUHPer diatur bahwa tuntutan atas wanprestasi suatu perjanjian hanya dapat dilakukan apabila si berutang telah diberi peringatan bahwa ia melalaikan kewajibannya, namun kemudian ia tetap melalaikannya. Peringatan ini dilakukan secara tertulis, yang kemudian kita kenal sebagai somasi. Jadi, somasi berfungsi sebagai peringatan dari kreditur kepada debitur untuk melaksanakan prestasi (kewajibannya).

Pengertian, Syarat Sah dan Asas Hukum Kontrak


I.  Pengertian Hukum Kontrak

Kontrak atau contract (dalam bahasa inggris) dan overeenkomst (dalam bahasa belanda) dalam pengertian yang lebih luas sering dinamakan juga dengan istilah perjanjian. Kontrak adalah Peristiwa dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu perbuatan tertentu, biasanya secara tertulis. Para pihak yang bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan, berkewajiban untuk menaati dan melaksanakannya, sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hukum yang disebut perikatan (verbintenis). Dengan demikian, hukum kontrak adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbukan akibat hukum.

II. Syarat Sahnya Kontrak

Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, kontrak adalah sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. Syarat Subjektif, syarat ini apabila dilanggar maka kontrak dapat dibatalkan, meliputi :
    1.  Kecakapan untuk membuat kontrak (dewasa dan tidak sakit ingatan);
    2.  Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.
b. Syarat Objekif, syarat ini apabila dilanggar maka kontrak batal demi hukum, meliputi :
    1.  Suatu hal (objek) tertentu;
    2.  Sesuatu sebab yang halal.

III.Asas-Asas Hukum Kontrak

Menurut Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata, dinyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari bunyi pasal tersebut terkandung asas :

1.   Konsensualisme, adalah perjanjian itu telah terjadi jika telah terdapat kesepakatan (consensus) antara pihak-pihak yang mengadakan kontrak;
2.   Kebebasan berkontrak, artinya seseorang bebas untuk mengadakan perjanjian, bebas mengenai apa yang diperjanjikan, bebas pula menentukan bentuk kontraknya;
3.   Pacta sunt servanda, artinya kontrak itu merupakan undang-undang bagi pihak yang membuatnya (mengikat). 

Di samping itu, terdapat beberapa asas lain dalam hukum kontrak, yakni asas kepercayaan, persamaan hak, keseimbangan, kepatutan, kebiasaan dan kepastian hukum.